RITUAL PENGUSIR STRES


Bohong jika saya mengatakan bahwa tingkah anak saya selalu baik, lucu dan menggemaskan. Kadang-kadang husain bisa tampil menjengkelkan, memancing amarah, juga bikin stres.Yah, namanya juga anak anak dan emosi papa muda yg gampang ON.
Seperti saban hari ketika saya lagi mengisi air di baskom. Uda capek, letih, lelah dan lesu, tiba tiba anak itu ngeloyor dengan badan dekilnya masuk ke dalam baskom. Sekonyong konyong emosi saya naik ke ubun-ubun. Dada saya membuncah. Mulut menggeram. Badan membesar diurapi tubuh yang mulai menghijau. Cut, ada yang salah dengan adegan ini.

Intinya saya marah. Tahu sendiri kan kalau papa muda seperti saya lagi marah. Wajahnya tetap keren cuy. Meski tensi uda mulai naik. Saya tetap cool menasehati husain dengan aura leonardo dicaprio. Narsis mode on.

Untungnya saya selau ingat nasehat guru saya tentang perkembangan otak anak. Bocah seperti husain, lobus neokorteks yang berfungsi menganalisis pengambilan keputusan,belum matang sepenuhnya. Jadi, dia belum tahu apakah sikap yang dilakukan itu benar atau salah, mulia atau kurang ajar, bijak atau bodoh.

Inilah yang menjadi alarm untuk menenangkan diri ; asas praduga tak sadar. Mindset ini yang selalu menetralisir hati saya jika tertawan amarah. Anak yang belum sepenuhnya mengerti apa yang dilakukan, tak bijak jika dimaki apalagi dikasari.

Kalaupun emosi sudah membumbung tingkat dewa. Obat paling mujarab adalah berwudhu dan langsung sholat. Dijamin setelah ritual itu, saya langsung bangkit mencium anak sekaligus istri tercinta. Kalau yang dicium terakhir memang doyan. Hehehe…

Terima kasih untuk guru besar saya, Munif chatib, sang gurunya manusia.
Husain, bocah yang kerap menguji kesabaran bapaknya. Anggun gravika, istri yang matematikanya tidak hanya hebat di rapor tapi juga di dapur.

Kalian sang pencerah bagi papa muda nan kece ini.

FREE WRITING

01.45 PM, 1 August 2016


Share:

0 komentar