Odong-odong sang preman garong
Saya baru tahu kalau gaji
juragan odong-odong itu setara dengan kepala dinas. Data ini saya ambil dari
wawancara singkat saya bersama pak andi ; pengusaha muda odong-odong kota
baubau. Tak tanggung-tangung, tujuh armada odong-odongnya menguasai pasar
pantai kamali. Juga istana balon yang begitu gagahnya berdiri di kotamara
Iseng-iseng saya tanya
pendapatan bulanan pak andi. “Perbulan biasanya saya dapat 6 juta, karena
perhari keuntungan odong-odong itu dua ratus ribu rupiah”, jawab pak andi
dengan mantap.
Anda mungkin akan
menyebutnya preman. Sekujur tubuh pak andi tatoan. Wajahnya sangar bak preman garong. Anda akan ketakutan ketika berhadapan dengannya. Namun satu yang
cukup unik dari pria tomia ini, bicaranya visioner—jauh menerawang lintas
zaman. “Usaha saya tidak hanya sebagai juragan odong-odong tapi penyalur
odong-odong untuk wilayah indonesia timur. Saya sudah mengirim mainan ini
sampai kedaerah Ambon dan Fak-fak, juga wilayah Wakatobi.” begitu presentasi
sang juragan odong-odong.
Satu pelajaran menakjubkan
dari percakapan saya dengan pak andi, katanya odong-odong ini sudah menjadi
kebutuhan. Mungkin bagi anak-anak hukumnya fardu ain. “Ada langganan saya yang
kalau makan harus naik odong-odong. Ada juga yang bisa berhenti nangis jika
sudah menunggangi kuda odong-odong. yah, odong-odong ini sudah menjadi
kebutuhan primerlah bagi anak-anak.” begitu kata bang andi menjelaskan prospek
usahanya
Saya khidmat mendengarnya.
Benar kata bang andi, anak-anak tanpa odong-odong bak Indonesia tanpa pancasila.
16.03-16.13,
8 Maret 2016
Free
Writing 1
by SUHARDIYANTO