Tenggelamnya Kapal Nabi Nuh

Husain dan Kapal Pink
Imajinasi lebih penting dari pengetahuan, Albert Einstein.

Dunia anak adalah dunia imajinasi. Naga bisa berubah menjadi bunga, bunga menjelma menjadi putri cantik nan jelita. Semua begitu random. Hari ini seorang anak bisa meyakini lelaki itu bapaknya, besok mungkin disangka buaya yang berbahaya.

Disuatu pagi, sehabis hujan deras. Saya begitu asyik melihat Husain bemain di kalebho (genangan air sisa hujan). “Ini kapal nabi nuh” kata Husain menggerakan kapal kertas berwarna pink. “jug…jug..jug, ayo masuk semua, sebentar ada badai” lanjut bocah itu sambil mengombang-ambingkan kapalnya di comberan.

“Ada siapa dikapal nak?” tanyaku

“Ada monyet, ada kuda, ada ikan hiu, ada ayam, ada bebek, ada ummi, ada abi, ada mano, ada iko” jawab Husain.

Bocah itu memegang kapal bak dalang dalam cerita wayang. Saya mencoba menerka, apa sih yang ada di kepalanya. Bagaimana dia menceritakan kisah nabi nuh yang saya dongengkan saban hari?

Belum habis lamunan saya, tiba-tiba saya dikagetkan dengan lakon yang nyeleneh. Saya tertarik dalam imajinasi liar—menjadi salah satu penumpang dari kapal nabi nuh.

“Awas ada Guntur, ada kilat” Husain memperingatkan kami

Kapal itu terombang ambing oleh deburan ombak. Semua warga kapal panik, berhamburan. Monyet terjepit pintu. Ayam memeluk bebek sambil mendendangkan garuda pancasila. Ikan hiu asik membaca buku. Saya menyelamatkan ummi yang lagi melahap es krim bersama mano dan iko. Hey dalang, kok bisa begini?

Ombak menyeruak masuk tak terkendali. Petir menjilat-jilat buritan kapal. Percik api menyambar minyak yang tercecer liar di geladak. Seketika itu kapal menjadi bulan-bulanan si jago merah. Tidak menunggu lama, kapal nabi nuh tenggelam ke dasar samudera. Ini gila.

“Abi timbakan air e, kosong mi bak” suara ummi membuyarkan lamunan saya.
 
12.10, 14 Maret 2016
Free Writing 7

By SUHARDIYANTO