Parende berbumbu cinta


Parende
“Maaf sayang, ummi uda lupa resepnya. Parende ini agak kecut, mungkin terlalu banyak asamnya.” Wajah itu menunduk. Ada gurat kesedihan dikeningnya.
 
Saya tetap memakannya dengan lahap. Husain juga. Kami memang omnivora tulen, pemakan segala. Lidah kami juga sudah terbiasa dengan kuliner dibawah sepuluh ribu. Jadi mudah beradaptasi. Namun parende malam ini begitu berbeda. Ada haru disetiap rasanya. ”Tidak apa-apa sayang parendenya mungkin kurang asam, asal jangan kurang cinta.”

Cinta itu ajaib, kata rumi. Cinta bisa mengubah pahit menjadi manis, tembaga menjadi emas, budak menjadi raja, setan menjadi malaikat. Cinta juga bisa menyulap parende malam ini, dari rasa yang kecut menjadi nikmat ala hidangan master chef dunia. Apa lagi yang kau ragukan dari cinta?. Lidah hanya mengenal rasa, tak bisa menggecap cinta.  
    
Uda deh, saya tidak perlu bertanya lagi kemana cinta membawa pergi. Yang saya tahu hari ini hatiku melarung bersamanya. Kalaupun saya diberi kesempatan untuk meminta. “Cinta jangan pergi, jangan pernah tinggalkan rumah ini, sampai cukup uang kami menyewa gubuk kecil di surga nanti.”  

10.10, 18 Maret 2016
Free Writing 11

By SUHARDIYANTO