Taman Baca Yingkita ; Taman Peradaban Iqra



Dalam hal membaca, jepang lebih islami dari Indonesia. Di jepang, Sebaik-baiknya teman duduk adalah buku. Tidak heran jika kita sering mendengar bahwa warga jepang banyak menghabiskan waktu luangnya dengan membaca. Tidak hanya di sekolah, membaca juga dilakukan di ruang-ruang public bahkan di transportasi umum. Di negeri matahari itu membaca telah menjadi budaya dan kebutuhan primer.

Sangat berbeda dengan keadaan di negeri kita. Menurut survey UNESCO, Indonesia adalah Negara dengan minat baca masyarakat paling rendah di asia. Persentasenya 0,01 %. Jadi, dari 10.000 penduduk Indonesia, hanya satu orang yang membaca. Miris memang, namun begitulah keadaanya. Lalu apa hubungannya membaca dengan kualitas diri seorang muslim, termasuk peradaban sebuah negara?

Ternyata, kata pertama dari wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad saw adalah Iqra’, atau perintah membaca. Dalam buku ‘Membumikan Al-Quran’ karya M. Quraish Shihab, Saya mengikat dua makna menarik tentang spirit iqra.

Pertama, Kata iqra’ yang merupakan Perintah membaca, menelaah, meneliti, menghimpun, dan sebagainya dikaitkan dengan“bi ismi Rabbika” (“dengan nama Tuhanmu”). Pengaitan ini merupakan syarat sehingga menuntut si pembaca bukan saja sekadar melakukan bacaan dengan ikhlas, tetapi juga memilih bahan-bahan bacaan yang tidak mengantarnya kepada hal-hal yang bertentangan dengan “nama Allah” itu.

Di era modern sekarang ini, kegiatan membaca diuntungkan dengan teknologi informasi. Seseorang bisa saja melahap buku-buku perpustakaan eropa meskipun secara geografis tersembunyi di belantara afrika. Dengan internet, Seorang santri mudah mencicipi pemikiran para ulama mumpuni, juga karya setannya Salman Rushdi. “Iqra bi ismi Rabbika” adalah kode etik pertama dalam membaca. Seorang muslim tidak cukup wajib membaca, tapi juga wajib memfilter bahan bacaannya.

Dalam hal ini saya teringat petuah Imam Ali, “Waktu kita tidak akan cukup untuk menguasai seluruh ilmu, oleh karena itu, mulailah dengan sesuatu yang penting, kemudian yang penting, kemudian yang penting.”Apakah sesuatu yang penting itu? Tak lain adalah ilmu yang mampu menyelamatkan kita di dunia dan akhirat serta mendekatkan pada Sang Maha Pemilik Ilmu ; Allah SWT.

Kedua, Perintah membaca ditemukan sekali lagi dalam wahyu pertama. Tepatnya pada ayat ketiga. Tetapi, kali ini perintah tersebut dirangkaikan dengan warabbuka al-akram. Ayat ini antara lain merupakan dorongan untuk meningkatkan minat baca. Kata akram, berasal dari akar kata karama yang menurut kamus ­kamus bahasa Arab berarti memberikan dengan mudah dan tanpa pamrih, bernilai tinggi, terhormat, mulia, setia, dan kebangsawanan.

Menariknya, ayat warabbuka al-akram yang disifati disini “Rabb” (Tuhan pemelihara) merupakan satu - satunya ayat di dalam Al-Quran yang menyifati Tuhan dalam bentuk tersebut dari kata karim. Sehingga mengandung pengertian bahwa Dia (Tuhan) dapat menganugerahkan puncak dari segala yang terpuji bagi segala hambaNya yang membaca.

Begitu hebat manfaat iqra. Membaca tidak hanya membuka jendela dunia tapi juga menyingkap tirai karama. Tidak sebatas menjadi nutrisi otak, membaca mampu mengangkat derajat manusia pada posisi mulia.

Simpulan dari dua ikatan makna diatas adalah membaca yang warabbuka al-akram, hanya bisa diraih dengan membaca yang bi ismi Rabbika. Ayat pertama menjelaskan syarat yang harus dipenuhi seseorang ketika membaca, sedangkan Ayat ketiga menjanjikan manfaat yang diperoleh dari bacaan tersebut. Dengan kata lain, bacalah “demi karena Allah”, maka Allah akan menganugerahkan kepada kita ilmu pengetahuan, pemahaman-pemahaman, wawasan-wawasan baru walaupun yang dibacanya itu-itu juga.

Minat membaca ; minat membangun peradaban.

Sebagai Negara dengan muslim terbesar di dunia, saya percaya Indonesia akan gemilang jika rakyatnya menekuni perintah pertama Al Quran ; Iqra. Benar kata Ustad Quraish, “membaca” adalah syarat utama membangun peradaban. Ternyata, Sejarah peradaban dunia tak terpisahkan dari kegiatan baca membaca.

Sejak ditemukan kemampuan tulis-baca sekitar lima ribu tahun yang lalu. Tak kurang lahir 27 peradaban dimulai dari peradaban Sumaria sampai dengan peradaban Amerika. Sebelumnya, sejarah manusia begitu kaku dan ‘mandeg’. Namun dengan kemampuan baca tulis, peradaban hari ini bisa jauh lebih berkembang berkat mengambil referensi dari peradaban masa lalu.

Sejarah perdaban islam juga tak terpisahkan dari sejarah emas membaca. Dulu tatkala Bagdad di puncak peradaban, tercatat lebih dari 38 buah perpustakaan umum yang berisi ratusan buku berdiri di kota tersebut. Di mesir, pada masa khalifah Al Aziz, berdiri perpustakaan Baitul Hikmah yang berisi 600.000 jilid buku. Tak ketinggalan, tujuh puluh lebih perpustakaan tumbuh subur di spanyol dan sisilia. Satu yang terbesar diantaranya adalah perpustakaan Khalifah Al Hakim di Cordova yang memiliki lebih dari 600.000 jilid buku. Betapa perhatiaannya penguasa Islam pada masa itu dengan ilmu pengetahuan terutama minat baca masyarakat.

Kita tidak ingin bangsa tercinta ini ‘mandeg’ dan kembali di kehidupan lima ribu tahun yang lalu. Angka 0,01 % UNESCO memang menyesakan dada, namun semua belum terlambat. Mari bangun peradaban kita dimulai dari spirit iqra ; menggugah minat baca.

Untuk saya pribadi, setelah membaca dan mengikat makna Iqra dari ulasan ustad Quraish, hati saya makin mantap mengembangkan taman baca di kampung tercinta. Taman baca ‘yingkita’ yang tadinya di buat iseng - iseng saja, ternyata memiliki peran penting dan mulia di mata islam. Seperti namanya ‘yingkita’ yang berarti ‘kita’ dalam bahasa wolio. Saya ingin memantik semangat kolektif dalam membangun peradaban dimulai dari tanah kelahiran. Sebagaimana Hatta meyakini, buku membentuk watak bangsa. Saya percaya taman baca ‘yingkita’ membentuk Peradaban Iqra. 



                   (Taman Baca Yingkita menyediakan Buku-buku Update terutama buku-buku dibidang pendidikan)