Bahagia itu sederhana : aku, kau, ummimu dan sepiring pisang epe



Pisang Epe Khas Makassar

Beberapa hari ini kami punya ritual baru ; menyantap pisang epe. Husain begitu suka balutan kacang dan gula merahnya. Umminya tergila-gila dengan varian rasa yang pedas. Saya sih nda milih-milih, rasa apapun saya embat, yang penting banyak.

Pisang epe di depan Islamic Centre Baubau begitu memikat hati. Biasanya kami kesana menjelang magrib. Setelah pulang kerja, motor saya selalu menggandeng pisang epe dengan setia. Tentu bersama Husain dan umminya di belakang. 

Menyantap pisang epe terasa lebih nikmat sambil nge-teh. Jangan bayangkan  minuman mahal yang di mal-mal itu yah. Tehnya merk ‘wayang’ yang murah meriah, namun spesial karena buatan ummi. 

Lebih sempurna lagi jika menyantap pisang epe sambil menonton film. Walau genre kami berbedaumminya suka action, saya suka korea dan Husain suka animal movie saya selalu memilih film yang tolerantif. Misalnya 'kungfu panda tiga' yang begitu menghibur. 

Alangkah indahnya ritual baru kami ini. Pisang epe begitu nikmat dan semakin nikmat bila disantap bersama. Saya selalu tertawa melihat mulut Husain yang belepotan gula merah. Bening matanya meneduhkan, senyumnya juga menggemaskan. Mungkinkah Husain merasakan kebahagian yang sama dengan saya? 

Nak, bahagia itu tidak seribet meraih golden star dan mobil mewahnya MLM. Bukan pula sebongkah berlian atau rumah megahnya muzdalifah. Bahagia itu sederhana : aku, kau, ummimu dan sepiring pisang epe. Itu sudah cukup.

05.50, 13 Maret 2016
Free Writing 6

By SUHARDIYANTO