My Beautiful Rose
Jika habibie menyebut ainun dengan gula pasirku, saya
menyebut ummu husain dengan mawarku. Agak jadul memang —Mengingatkan kita pada tembang Rhoma Irama berjudul
bunga mawar merah—tapi saya kekeh
mempertahankannya. Apa jadinya kalau sebutan itu mengikut trend anak-anak alay
sekarang. Yang akrab dengan ‘cinta satu malam’, ‘mucikari cinta’, ‘hamil duluan’, ‘iwak peyek’ atau ‘pacar lima
langkah’. Alih-alih mau diantar ke surga, cinta saya bakal berurusan dengan
Komisi Penyiaran Indonesia. Mungkin juga MUI.
Namun, bukan karena Bang Rhoma saya memilih mawar.
Semua berawal dari modus belajar kelompok di Lorong Transmigrasi, kehutanan
kota Baubau. Disanalah mawar itu merampok hati saya. Bersusun rapi di beranda
rumah berdinding kayu. Tangkainya menyeruak indah, berduri, namun bermahkota
pelangi : ada merah, putih, kuning dan merah jambu. Wanginya genit, menggoda
jati didepannya. Jati yang waktu SMP dulu menjadi saksi, kisahku bersama My
Beautiful Rose. Padanya kutitipkan sekuntum mawar merah plastic seharga dua
ribu lima ratus rupiah. Sebagai tanda cinta.
Mawar itu anggun. Mahkotanya markah keindahan. Semerbak
wanginya memesona. Serta durinya, menggoreskan keagungan. Inilah yang
menjadikan mawar berbeda dari bunga lainnya. Dia cantik, ayu, namun memiliki
duri yang siap menusuk siapa saja jika ingin menyentuhnya.
Entah sudah berapa kali saya tertusuk durinya. Tidak
hanya di tangan saja, hati saya juga meringis sembilu. Apa lantas saya kecewa?
Tidak, justru dengan terluka, rindu makin berdarah-darah. Begitulah cinta, jika
tak diguyur air mata, kuntumnya tak merekah.
Oh mawar, selalu saja tentang dirimu. Mau makan, tidur,
sikat gigi, atau sembelit selalu teringat kamu. Bahkan
ranjang nikahpun, ku namai gulistan (Taman mawar). Pesonamu bak tongkat Harry
Poter. Mengubahku menjadi bul-bul kecil yang ramai berkicau tentang cinta.
Mawarku, untukmu puisi ini kugubah.
Datang dan masuklah mawarku,
Kan kupersembahkan hatiku
menjadi tanah tempatmu bernaung
Disanalah kita mengenal cinta
Disaat degupan jantungmu
adalah bagian dari nafasku
00.55, 4 April
2016
Free Writing 28
By SUHARDIYANTO