Obat anti galau
“Jarak terjauh bukanlah ketika engkau jauh dariku, tapi
ketika engkau di sampingku, namun tak mencintaiku lagi.”begitu kata teman saya
yang terdiagnosis galau. Entah dari langit mana dia mengutip kalimat sakti itu.
Padahal dia bukan lulusan sastra. Galau memang aneh, kadang mengubah dunia
menjadi neraka namun ampuh mempermanis lidah dengan kata-kata indah. Di titik
ini, galau punya hikmah.
Bagaimana dengan saya yang sudah menikah? Apakah masih galau?.
Heloow, saya juga manusia kale. Punya hati yang berbunga bila terguyur
cinta, juga sembilu jika tergerus pilu. Namun sebagai papa muda, galau saya
berbeda. Tidak tercebur lagi di samudera alay
asmara, tapi seputar rumah tangga.
Saya bisa galau jika rekening listrik belum dibayar. Hati
saya meringis, bila popok Husain hampir habis.
Jiwa saya berguncang, jika beras kosong di gumbang. Stop ini sudah alay.
Galau adalah tempat tinggal yang menyengsarakan
sekaligus jembatan yang indah jika dilalui. Di rumah, obat anti galau saya bukanlah
tembang ‘mantan terindahnya’ raisa atau ‘separuh jiwanya’ noah. Cukup menatap
senyum Husain dan Umminya yang memikat. Galau langsung minggat.
11.36, 20 Maret 2016
Free
Writing 13
by SUHARDIYANTO