Konspirasi Jahat


Husain dan coklatos itu bak sepasang kekasih. Selalu setia setiap saat. Selalu merindu sepanjang waktu. Dalam sehari, tak pernah bibir unyunya kering dari menyebut nama pujaan lidah. Memisahkan Husain dari coklatos bagai mencerai melati dari harumnya.

Saya terkadang cemburu, kok bisa anak ini lebih memilih coklatos ketimbang memandang wajah abinya. Kan sama-sama manis. Peran saya pun telah direbut paksa oleh coklat lima ratus rupiah itu. Apapun kegiatan Husain, entah itu jalan-jalan, bermain, belajar, atau menangis, yang dikangenin hanya coklatos. Disitu kadang saya merasa sedih. Ini bapakmu, nak!!!!!.

Saya dan umminya sudah sering mengingatkan bahaya coklat. “Nak, coklatos itu bikin gigi rusak. Husain mau kan giginya sehat, putih dan bersih. CERAIKAN COKLATOS SEKARANG JUGA”. Anak itu mengangguk. Namun belum sampai lima menit, bocah itu mulai merujuk. Matanya yang bening tanpa dosa, penuh pengharapan, diarahkan ke mata saya. Senyumnya disunggingkan selebar-lebarnya. Anak ini sudah sadar rupanya dengan jurus peremuk hati. “abi minta coklatos e”. Hati saya luluh.

Bersama umminya, kami merancang konspirasi jahat ; memisahkan Husain dari julietnya. Terkesan kejam sih. Tapi apa boleh buat. Berdasarkan buku panduan menjadi suami ideal dan papa muda, anak harus dijauhkan dari snack-snack berbahan kimia.

Hal pertama yang kami lakukan adalah menjauhkan Husain dari pesona coklatos. Kami memulainya dengan mengharamkan peredaran coklatos di rumah. Semua anak kecil yang datang harus diperiksa, apa dia membawa coklatos atau tidak, jangan sampai dia pengedar atau Bandar. 

Kedua, menjodohkan Husain dengan hidangan lain. Untuk yang satu ini, ummi kampiunnya. Nasi goreng special plus telur mata sapit selalu terhidang manis di pagi hari. Aromanya menepuk-nepuk hidung Husain. Bocah itu tak berkutik. Belum lagi di siang dan malam hari, lidahnya diterjang oleh parende dan sayur labu. Husain klepek-klepek. Hatinya mulai berpindah kelain menu. Begitulah cinta, jika tak menjaga mata, akan kepincut masakan tetangga.

Konspirasi jahat itu memang tak sepenuhnya berhasil. Mengapa? Ternyata oh ternyata, Like Father Like Son. Ummi dan abinya juga suka coklatos. Adoohhh, Parah ni. Mau diapa, lidah tak bisa bohong. Olehnya, perubahan itu dimulai dari diri kami sebagai orang tua. Saya rasa ini cara paling elegan ; Mendidik anak dengan keteladanan sebelum mendidiknya dengan ujaran. 

06.51, 30 Maret 2016
Free Writing 24

By SUHARDIYANTO