Cupang merah marun
Cupang Merah Marun |
“Bi,
kita namai saja caca, lebih manis”
“Tunggu
mi, ini ikan laki-laki atau perempuan. Jangan sampai cupang penyuka sesama
jenis.”
Pagi
ini, saat jalan subuh di kota mara. Mata kami terpikat gantungan plastic berisi
ikan-ikan kecil. “Ini ikan apa pak” tanyaku. “Oh, ini ikan cupang mas, lagi
laris sekarang. Di kendari lagi rame yang pelihara jenis ini”kata penjual ikan.
“Okelah pak, saya beli satu” tangan saya segera merogoh uang dua puluh lima
ribu di saku jaket.
Husain
begitu senang menatap ikan cupang. Warnanya merah marun. Terlihat gemulai saat
berenang. Anak ini memang sangat mencintai ikan dan apapun yang serba laut.
Mulai dari kepiting, ikan hiu, ikan paus, kura-kura, penyu, buaya,pinguin
sampai vholo, si belut laut. Saya
tidak tahu mengapa. Mungkin karena kampung leluhurnya yang membentang di
pesisir—Wakatobi, Lero dan sampuabalo—atau tempat lahirnya yang berbatasan
laut. Jika ingin mendiamkan tangis Husain, caranya gampang. Antar saja dia ke
laut.
Rumah
ini akhirnya punya penghuni baru. Se ekor ikan cupang merah marun. Namun satu
yang belum terjawab, siapa nama ikan cupang ini?. Ummi menyarankan caca aja.
Saya memilih bram biar lebih macho. “Husain mau kasi nama apa nak?” Tanyaku. “Namanya ikan hiu abi” jawab Husain
mantap.
Deal, Ikan lucu itu
akhirnya bernama ikan hiu. Sesuai pemberian sahabatnya ; Husain. Agak susah
memang diterima nalar. Kok bisa Ikan
imut segelis ini bernama ikan hiu. Apa kata tetangga?
Tapi
sudahlah, begitulah Husain, selalu lain dari yang lain. Entah bagaimana kisah
persahabatan mereka nanti. Kita tunggu saja episode berikutnya.
“abi,
ikan hiu toh senyum-senyum lihat ucen”.
Celoteh Husain hari ini.
19.47, 20 Maret 2016
Free
Writing 14
By
SUHARDIYANTO