A Bad Dream
Husain dan Cupang merah marun |
Ikan
hiu panik, sahabatnya Husain, ingin menghabisinya pagi ini.
“Bangun
pagi-pagi goreng ikan hiu” Husain mengganti lirik potong bebek dengan goreng ikan.
"Tega
kau Husain. Persahabatan kita baru satu hari, kau sudah berani mencampakanku. Begitukah
arti persahabatan untukmu. Bukankah sahabat itu seperti kata sindentosca,
mengubah ulat menjadi kupu-kupu. Lalu mengapa kau ingin mengubahku menjadi ikan
goreng? Kejam kau Husain."
"Jangan
marah donk ikan hiu, Husain lagi
becanda nih, jangan dibawah di hati. Husain
kan cinta sama ikan hiu. Sahabat itu pobhinchi-bhinciki
kuli—merasakan penderitaan sahabatnya, seperti
penderitaanya sendiri—Jadi tidak akan tega menyakiti."
"Namun
sahabat juga harus pomamasiaka ; sayang menyayangi. Rela berkorban untuk
kebahagian sahabatnya. Maukah kau berbakti untuku, ikan hiu? Satu kali saja. Aku
lapar nih, dagingmu begitu nikmat bila
disandingkan dengan sambal buatan ummi. Kamu mau kan berkorban?"
Ikan
hiu makin shock, dia tidak menyangka
husain bisa berubah secepat itu. Bagai selembar kaca tipis, kepingan hatinya
tercerai berai oleh godam nestapa.
Sayup-sayup
terdengar cekikikan anak kecil. Suara itu memburai mimpinya. Sirip kecil menggeliat,
menarik kesadaran yang bergumul di awang-awang. “Saya bermimpi” gumamnya
“Ikan
hiu, sudah bangun? Husain belikan coklatos e di warungnya mama ayu” gurau Husain memecah keheningan.
11.07, 21 Maret 2016
Free
Writing 15
By
SUHARDIYANTO