BENARKAH ADA ANAK BODOH?


“Berikan saya anak paling bodoh di Tolikara, saya akan menjadikannya juara dunia” tantang Yohanes Surya. Profesor yang ahli dalam fisika ini tidak main-main dengan ucapannya. Dalam sebuah gerakan mencerdaskan anak-anak di Papua. Yohanes Surya berhasil menyulap anak-anak yang tadinya kurang  PD dan tidak tahu sama sekali matematika menjadi anak yang penuh harapan dan sangat antusias dalam menjawab soal-soal matematika. Believe it or not, perubahan itu dilakukan hanya dalam tempo sebulan. Mau tahu rahasia sulap dari pendiri Surya University ini? Yuk kita simak kisahnya.

Tahun 2008, Prof. Yo, sapaan hangat beliau, terbang ke tolikara, suatu daerah di pegunungan tengah Papua. Daerah ini memiliki indeks pembangunan manusia yang paling rendah se-nusantara. Benar saja, setelah tiba di sana beliau tertegun, hatinya tercekak melihat rendahnya kualitas pendidikan Tolikara. Banyak anak-anak yang tidak mengerti pengurangan dan penjumlahan. Anak SMA saja masih ada yang belum tahu  delapan tambah tujuh itu berapa. Apalagi perkalian.

“Tolonglah kami, bawalah anak-anak ini ke Jakarta, buktikan pada kami bahwa mereka juga mampu”. pinta sang kepala daerah. Pekerjaan mulia itupun dimulai. Lima anak Tolikara dikirim ke Jakarta. Ajaib. Baru enam bulan dilatih, anak-anak Tolikara ini sudah menguasai pelajaran matematika dari kelas 1 sampai kelas 6. Prof. Yo kagum dengan kecerdasan anak-anak ini. Beliau meminta lagi kiriman anak-anak yang dianggap paling bodoh se-Papua.  

Kloter kedua berisi 90 anak termasuk Albertina Beanal, gadis berusia 12 tahun namun masih duduk di kelas 2 SD. Empat tahun anak itu tidak naik kelas. Selalu ada keajaiban untuk mereka yang selalu berusaha. Setelah dilatih langsung oleh sang professor. Anak-anak Papua itu melejit menjadi anak-anak yang luar biasa. Mereka mulai memboyong berbagai juara di kompetisi sains dan matematika tingkat nasional maupun internasioanl. Salah satunya Olimpiade Sains dan Matematika tingkat Asia. Dari 12 anak Papua yang ikut, 4 mendapat medali emas, 5 perak, dan 3 perunggu. Albertina Beanal, si gadis yang dianggap bodoh, mempersembahkan medali perak untuk lomba robot tingkat nasional tahun 2011 dan emas di tahun 2012.

Apa rahasia sukses dari perubahan besar ini? Kok bisa anak-anak yang dilabeli bodoh itu bisa melejit  dengan cepatnya?

“Tidak ada anak bodoh, yang ada hanyalah anak yang belum bertemu dengan guru yang baik dan metode yang baik” kata Prof. Yo mantap. Ini rahasianya. Guru yang baik adalah guru yang mampu memberikan motivasi dan inspirasi. Sedangkan metode yang baik adalah metode yang mampu membuat persoalan dari sulit menjadi mudah. Jangan sebaliknya yah!!. Tinggalkan pembelajaran konvensional yang menitikberatkan pada kemampuan verbal (ceramah). Sungguh anak-anak itu sangat tersiksa jika dipaksa duduk diam mendengarkan ceramah berjam-jam. Ajaklah anak-anak luar biasa itu untuk belajar dengan style yang berbeda. Prof. Yo menyebutnya dengan istilah gasing. GAmpang, aSIk dan menyenaNGkan. Masihkah kita menggap ada anak yang bodoh?

Dalam buku Sekolahnya Manusia, Munif Chatib mengenalkan kita pada sosok Thomas Amstrong. Seorang praktisi Multiple Inteligences dunia. Amstrong memiliki sekolah yang cukup unik karena berani menampung siswa-siwi yang dikeluarkan dari sekolah normal. Disaat sekolah yang katanya unggulan hanya mau menerima siswa berdasarkan rangking kognitif. Amstrong berbeda. Dia justru tertantang untuk menerima anak-anak buangan itu. Lengkap dengan atribut kelemahannya. Ada yang dikeluarkan karena lambat dalam belajar, Tidak bisa membaca, berandalan, bodoh, autis, hiperaktif, dan berbagai label negatif yang disematkan pada anak-anak itu.

Pembelajaranpun dimulai namun tidak dengan cara yang biasa, melainkan multi strategi. Setelah berjalan beberapa bulan hasilnya begitu menakjubkan. Mereka adalah anak-anak yang cerdas dan kreatif.  Banyak produk yang dihasilkan dari pembelajaran yang mereka lakukan. Salah seorang anak yang suka menggambar dapat menghasilkan minimal tiga gambar abstrak setiap harinya. Amstrong tertegun. “Apa yang menyebabkan anak-anak cerdas ini dibuang dari sekolahnya?”

Amstrong memutuskan untuk meneliti sekolah yang pernah mengeluarkan anak-anak unik itu. Setelah melakukan penelitian yang komprehensif. Amstrong menemukan bahwa tidak ada masalah dengan mereka, yang bermasalah justru gurunya. Para guru ternyata terkena penyakit psikologi yang namanya DISTEACHIA atau salah mengajar. Penyakit ini mengandung virus 3T, yaitu Teacher talking time, Task Analysis, dan Tracking. Mau tahu lebih dalam tentang virus 3 T?

Pertama, Teacher talking time. Virus ini menyerang pemikiran para guru yang menganggap bahwa guru mengajar dan siswa belajar ada pada satu proses. Ketika guru berceramah di depan kelas ; Anak-anak yang duduk diam meratapi ceramah adalah anak yang belajar.  Padahal belum tentu. Justru ceramah yang berlebihan adalah pengantar yang indah buat anak-anak tertidur, melamun, gerah, dan tidak nyaman. Parahnya hal ini dianggap cukup oleh sang guru untuk melaksanakan kewajiban mengajar.

Dalam proses pembelajaran, guru mengajar dan siswa belajar adalah dua jalan yang berbeda. Ketika guru mengajar belum tentu siswa belajar. Ketika siswa banyak melakukan aktivitas dalam pembelajaran, itulah sebenarnya saat mereka belajar.

Kedua, Task Analsysis. Sejak belajar di bangku SD,SMP,SMA,Kuliah bahkan sampai sekarang. Saya banyak menemukan Guru yang mengidap penyakit Task analysis.  “Selamat pagi anak-anak, hari ini kita belajar tentang logaritma, buka buku halaman 78”. Task analysis ditandai dengan guru mengajar langsung ke materi. Guru belum terbiasa menjelaskan kegunaan materi dalam kehidupan sehari-hari. Coba tanya siswa, untuk apa mereka belajar integral? Pohon faktor? Struktur desa? Senyawa kimia? Atau Logaritma? mungkin mereka menjawab “untuk jawab soal to..!!”. Namun coba tanya “Bagaimana kalian menerapkan integral, Pohon faktor, logaritma dalam kehidupan sehari-hari?. Mulai bingung.

Bobbi De porter, pakar pendidikan Quantum dunia mengenalkan konsep AMBAK ; Apa manfaatnya bagiku?. Secara naluriah, setiap manusia akan tergerak untuk melakukan sesuatu jika tahu apa manfaatnya.  Termasuk dalam pembelajaran. Setiap hari siswa selalu menimbang-nimbang “Apakah saya ikut pelajaran yang kaku, tegang, dan tidak penting ini atau keluar dari kelas biar bisa bebas, membahas hal menarik dengan teman sambil tertawa riang atau berpura-pura sakit saja deh biar cepat keluar dari penderitaan ini”.

Menemukan AMBAK merupakan perjuangan merebut minat siswa untuk memilih belajar. Siswa akan memotivasi dirinya sendiri jika mengetahui manfaat pembelajaran. Cobalah berikan gambaran besar tentang materi pembelajaran (Global Analysis).  Sedekat apa materi itu dengan kehidupannya sehari-hari (Contextual Learning). Apa manfaatnya. Baru deh menukik ke materi.      

Virus Ketiga adalah Tracking Pengelompokan siswa berdasarkan kemampuan kognitifnya.  Ada kelas khusus bergengsi, berisi siswa cerdas berprestasi. Ada juga kelas khusus terkutuk berisi siswa bodoh yang merepotkan. Saya berharap budaya strata seperti ini tidak ada lagi di sekolah kita. Thomas amstrong dalam bukunya Awakening Genius in the Classroom telah melakukan penelitian mendalam tentang kelas khusus ini. Ternyata perkembangan psikologi dan kompetensi seorang siswa yang masuk dalam kelas khusus anak pandai atau kelas akselerasi mempunyai resiko kemunduran tingkat kecerdasan.

Anak di kelas cerdas kehilangan spirit kerjasama. Kesehariannya diisi dengan ketegangan menang atau kalah. Belajar adalah panggung gladiator kognitif. Sekali saja engkau lengah dari hafalanmu. Engkau akan digilas oleh teman-temanmmu. Belajar menjadi sumber perasaan negative, kecemasan, kompetisi dan ajang saling jegal.

Bagitu juga di kelas khusus anak bodoh. Bahkan resikonya lebih parah. Anak digiring menilai dirinya sendiri sebagai kumpulan anak bodoh. Guru dan sekolah mensosialisasikannya di apel dan di kelas-kelas. Self esteem anak rubuh. Orang tua pun ikut-ikutan menjudge anaknya negative. Kemana lagi anak mengadu? Tanya pada penjual miras,rokok narkoba, dan geng motor. 

Benarkah ada anak bodoh?

Thomas Amstrong dan Yohanes surya membuktikan bahwa tidak ada anak yang bodoh. yang ada hanyalah anak unik yang unik juga penangannya. Keunikan yang tak dikenali inilah yang dianggap kebodohan. Benar kata einsten “Jika engkau menilai ikan dari kemampuan memanjat, maka dia akan kelihatan bodoh sepanjang hidupnya”.“Sudahlah, berhentilah mengobok-obok anak dengan sematan negatif ; bodoh, nakal, lemot, hyperaktif, lalot, atau lain sejenisnya. Obok-oboklah diri kita sebagai pendidik ; sudahkan kita memberikan stimulus yang tepat untuk anak-anak yang terlahir cerdas itu.” Kata Gurunya Manusia. Munif Chatib.


Share:

0 komentar