PALENTINE DIE


"Saya menghimbau kepada seluruh kepala sekolah untuk tidak merayakannya di sekolah, karena valentine day bukan budaya kita, apalagi melanggar nilai-nilai budaya di daerah kita,". Demikian seruan kadis DIKMUDORA kota Baubau yang saya ikat dari Koran local.

Terus bagaimana dengan goyang itik kemarin pak? Apakah itiknya itik local atau itik impor? Bagaimana juga dengan lomba karaoke guru-guru yang diringi joged nyawer tahun 2015? Edannya, lomba itu dikemas dalam peringatan hari pendidikan. Apakah nyawernya sejalan dengan budaya kita ?
Sebelumnya saya harus katakan bahwa saya menolak si Palentine Die. Seperti kata bapak, selain bukan budaya kita, si palentine juga banyak mudharatnya. Tapi apakah cukup dengan melarang? Sementara tradisi palentine itu sering dilakukan oleh generasi muda kita, tidak hanya dihari besarnya.

Beberapa Koran local memberitakan beberapa anak SD sekolah negeri berbuat mesum di kelasnya. Di SMA terunggul kota Baubau juga masih hangat kabar kasus aborsi dan perbuatan tidak senonoh yang juga dilakukan di dalam kelas. Apakah ini bukan virus palentine?

Menolak si palentine tapi tidak sigap dengan penyebaran budanyanya, saya rasa cuman pencitraan pak. Kayak di tipi-tipi. Pas ada moment besar, bicaranya besar. Lalu bagaimana kami meneladani budaya local disaat ratusan mata kepala melihat pemimpinya bergoyang bersama biduan itik erotis. Engkau masih gadis atau sudah janda katanya. Inikah budaya negeri khalifatul khamis?

Saya tuliskan yah beberapa lirik lagu itik yang sering dikumandangkan anak-anak di kompleks saya.

Aku sayang jantungku deg-degan
Waktu kamu peluk diriku
Aku sayang badanku gemetaran
Waktu kamu kecup keningku

Satu jam saja bercumbu denganmu
Satu jam saja ku dimanjakanmu
Satu jam saja ku bercumbu rayu
Satu jam saja bercinta denganmu

Aku disentuhnya, aku dibuainya
Aku diciumnya, aku dipeluknya
Aku dicumbunya, aku dirayunya
Satu jam saja oh mesranya

Kiranya bapak-bapak yang duduk di dinas pendidikan bisa menafsirkan bagian mana dari lirik diatas yang sesuai dengan budaya Buton? Kalau tidak ada, pertanyaan saya simple, kok bisa acara seperti ini lulus sensor? Mau dibawa kemana generasi ini pak?

Bagaimana saya harus melarang anak-anak untuk tidak berkata-kata mesum disaat mereka dengan enaknya menjawab, “Tuh lihat pemimpin kita aja kelakuannya gitu.”

Sekali lagi, tulisan ini bukan untuk mencari alasan membela si palentine. Namus sebaliknya, mewarning generasi muda kita bahwa wabah ini sangat berbahaya. Melarang perayaannya juga harus diikuti dengan istiqomah guna memberangus tindak tanduknya. Tidak hanya berbicara besar hari ini, kita juga harus bertindak besar dikemudian hari.

Kembali ke budaya lokal plus nilai – nilai religiuitas adalah jawabannya. Tidak berhenti ditataran konsep atau memasang Billboard-Billboard besar di jalan-jalan. Akhlak budaya buton tidak cukup dibalihokan tapi juga harus di teladankan.

Mari mentafakuri akhlak Po pia piara yang dicontohkan Muhammad SAW pada sikap empatinya. Berat penderitaan fakir miskin dan anak yatim beliau rasakan. Jika satu saja sikap Po pia piara ini dianggarkan oleh penguasa melaui beasiswa untuk anak yatim. Saya yakin perayaan tiga tahunnya bakal tampil berkah.

Apalagi jika pomamasiaka diturunkan melalui program sayang guru di sekolah-sekolah. Terutama gerakan sayang guru honorer. Tidak usah tunggu pemda menaikan honornya yang tiga ratus itu. Seluruh penghuni sekolah turun tangan untuk kesajahteraan guru honorer. Masihkah kita berhitung pada ilmu yang ikhlas diberikannya?

Kembali lagi menengok si palentine. Saya rasa harus ada program alternative untuk menangkal agresinya. Mungkin pas 14 februari itu, kita adakan pesantren kilat cinta. Tapi bukan cinta tafsiran barat yah. Kita punya referensi banyak tentang kisah cinta Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang lebih memukau dari romeo & Juliet. Di hari itu, kita sadarkan generasi muda kita untuk kembali pada tafsiran cinta dimata islam.

Saya yakin banyak orang-orang cerdas yang tidak setuju dengan si palentine punya solusi yang lebih baik. Tidak sesempit memaki atau meneriaki kafir. Kurang elegan kalau kita mengaku ajaran yang Rahmatan Lil Alamin namun berhujah dengan tindakan barbar. Jika anjing datang mengigit, tidak mungkin kita balik menggigit. Jika si palentine datang atas nama cinta, etiskah memberangusnya dengan kebencian? Ajarkan si palentine itu makna cinta yang hakiki. Sekali-kali, para palentine lover’s itu, kita undang dalam kuliah-kuliah rumi. Simaklah puisi cintanya di bawah ini.

Walau Karunia yang tak pernah berhenti 'kan menawarkan kerajaan,
Walau Harta benda yang Tersembunyi di hadapanku ’kan diletakkan,
Aku akan bersujud dengan seluruh jiwaku, 'kan kuletakkan wajahku pada debu
Aku akan berseru, "Dari semuanya ini, cinta dari yang Satu itulah yang kudambakan!"


Share:

0 komentar