Pelangi itu bisa bicara




“Abi, Husain mandi hujan e?”

“Ayo nak, kita mandi sama-sama ”

Siang ini, saya asik mandi hujan bersama husain dan anak-anak kompleks. Tidak seperti biasanya, hujan kali ini deras sekali. Kami sibuk berlarian di lorong-lorong kompleks sambil berkejaran dan tertawa riang. Saya satu-satunya orang tua yang ada dalam kelompok bermain itu. Agak janggal memang. Penghuni kompleks mungkin bertanya-tanya. Kok ada papa muda yang seliar itu. 


Husain telanjang bulat. Saya hanya bermodal sarung biru. Dua makhluk beda usia itu tak henti-hentinya berkejaran. Ada juga nanda dan sarti yang menemani. Siang itu adalah milik kami. Milik bocah-bocah riang, plus satu papa girang. 

Namun tiba-tiba, “gubrak” badan gempal saya ambruk. Kaki saya terpeleset oleh lapisan lumut di depan rumah. Siku saya sobek. Kulitnya berubah jadi putih lalu memerah darah. Sakitnya sih tak seberapa. Tapi malunya itu loh. Apalagi insiden itu terjadi di depan anak-anak. Aduh, mau dibawa kemana wajah imut ini.

Yang lebih memalukan lagi, ternyata di serambi rumah, ada umminya Husain. Dia sedari tadi tertawa terpingkal-pingkal.  Wah, malunya makin menjadi-jadi. 

Saya hanya bisa tersenyum ketir. Tapi bahagia sih. Rinai Hujan, tawa anak-anak, lorong-lorong kampung yang sepi, petir yang menggelegar, awan kelabu serta luka yang memalukan, memberi warna tersendiri di hati. Tak ketinggalan semburat pelangi yang melengkung dari bibir istri saya. Ini cinta.

“Sayang masuk mi, nanti sakit” 

Pelangi itu bisa bicara.


20.32, 21 Mei 2016
Free Writing 5
By SUHARDIYANTO


Share:

0 komentar